ETIKA PROFESI SEORANG NOTARIS
HALAMAN JUDUL
ETIKA PROFESI
SEORANG NOTARIS
Dosen Pengampu : Abrar
Oemar,S.E.
Mata Kuliah : Etika
Profesi
Nama dan NIM : Trimo Langgeng Utomo (EA.14.1.0697)
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI STRATA SATU AKUNTANSI
UNIVERSITAS PANDANARAN SEMARANG
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita
panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan Rahmat dan Hidayahnya.
Shalawat dan salam tak lupa pula kita kirimkan kepada junjungan Nabiyullah
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kita jalan kebenaran lewat ajaran yang
telah dibawahnya. penulis selaku yang ditugaskan untuk menyusun makalah ini
sangat bersyukur kepada Allah SWT. kerana berkat bimbingannyalah sehingga
makalah ini dapat diselesaikan dengan lancar dan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat
menambah wawasan keilmuan bagi siapapun yang membacanya, utamanya para Mahasiswa
yang sedang bergelut pada bidang Ilmu Hukum. Demikianlah makalah ini dibuat
untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah “Etika Profesi”. saya selaku penyusun makalah ini memohon saran dan kritik
yang membangun kepada para pembaca, utamanya Dosen terkait dengan materi
makalah ini untuk penyempurnaan penyusunan makalah berikutnya.
Semarang, 01 Desember 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I . PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Di dalam UUD Tahun 1945 dengan tegas
dinyatakan bahwa Negara Republik Indonesia
adalah negara hukum, dengan demikian
salah satu tugas terpenting bagi pemerintah adalah memberikan dan menjamin adanya rasa kepastian hukum bagi
para warga anggota masyarakatnya.
Dalam bidang tertentu tugas tersebut oleh pemerintah
melalui Undang-Undang diberikan dan dipercayakan kepada Notaris dan sebaliknya
masyarakat juga harus percaya bahwa Akta
Notaris yang dibuat itu memberikan
kepastian hukum bagi para warganya, sesuai dengan bunyi Pasal 15 ayat 1 Undang-undang nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris.
Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian dan
ketetapan yang diharuskan oleh peraturan dan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta
otentik, menjamin kepastian tanggal
pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta
itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan
kepada pejabat lain atau orang lain
yang ditetapkan oleh undang-undang”.
Kepastian hukum tersebut selain otentiknya suatu akta
yaitu
mempunyai kekuatan pembuktian, yaitu secara
lahiriah, formil maupun materil
termasuk juga etika seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya. Dalam melaksanakan tugas jabatannya para Notaris
tidak hanya menjalankan pekerjaan
yang diamanatkan oleh undang-undang semata sekaligus menjalankan suatu
fungsi sosial yang sangat penting yaitu bertanggung jawab untuk melaksanakan
kepercayaan yang diberikan masyarakat umum yang dilayaninya, seorang Notaris
harus berpegang teguh kepada Kode Etik Notaris, namun dalam realitasnya,
keselarasan pelaksanaan hukum dilapangan masih ada Notaris yang melakukan
pelanggaran kode etik Notaris tersebut. Disamping itu, aturan demi aturan yang mengikat
setiap anggotanya belum dijalankan sebagaimana mestinya.
Salah
satu kasus pelanggaran kode etik profesi hukum yang dilakukan oleh seorang
Notaris pernah terjadi di wilayah Bintaro kabupaten Tangerang sebut saja
Notaris X, dimana seorang klien yang membeli tanah dengan status tanah Girik
didaerah tersebut berkehendak merubah status tanah menjadi sertipikat yang
merupakan tanda bukti hak yang kuat bagi pemegang hak yang bersangkutan, dimana
Notaris X tersebut mengharuskan klien membayar dimuka seluruh biaya pembuatan
sertipikat tersebut dan klien tersebut telah memenuhi permintaan Notaris
tersebut.
Namun
setelah berjalan lebih dari dua tahun ternyata sertipikat tersebut tidak
kunjung selesai, beberapa kali Notaris tersebut dihubungi klien yang bersangkutan
melalui telepon, tetapi Notaris tersebut selalu menghindar dengan menyuruh
pegawainya berbohong bahwa notaris tersebut tidak berada ditempat.
Pada
saat klien yang bersangkutan mendatangi kantor Notaris tersebut, dengan alasan
sibuk Notaris tersebut tidak mau bertemu. Karena terus- menerus menghindar,
klien mencoba mendatangi kantor Notaris X tersebut yang menerimanya dengan nada
yang tinggi dan berbicara tidak sopan. Pada akhirnya dengan berbagai macam
alasan, Notaris tersebut lepas tangan dan tidak bertanggung jawab dengan
menyerahkan berkas-berkas girik tersebut tanpa terbit sertipikat dengan
memotong biaya lebih dari 50 (lima puluh) persen dari pelunasan yang telah
dibayar oleh klien setelah lebih dari dua tahun klien tersebut menunggu.
Dalam
kasus tersebut diatas jelas, telah terjadi pelanggaran kode etik Notaris yang
merugikan klien tersebut dan nama baik lembaga Notaris, dimana seharusnya
seorang Notaris berkewajiban menegakkan Kode Etik Notaris dan memiliki perilaku
profesional ( professional behaviour ) yaitu
mepunyai integritas moral, menghindari sesuatu yang tidak baik, jujur,
sopan santun, tidak semata-mata karena pertimbangan uang dan berpegang teguh pada kode etik profesi dimana
didalamnya ditentukan segala prilaku yang harus dimiliki oleh notaris.
Dalam
Pasal 4 Undang-undang nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, disebutkan
bahwa sebelum menjalankan jabatannya, Notaris wajib mengucapkan sumpah antara
lain menjalankan jabatan dengan amanah, jujur, menjaga sikap, tingkah laku dan
menjalankan kewajiban sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat dan
bertanggung jawab sebagai Notaris, dengan demikian prilaku Notaris X tersebut
diatas sangat bertentangan dengan kandungan bunyi pasal tersebut.
Kode
Etik Notaris dibuat untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan
Notaris yang memuat kaidah moral yang wajib ditaati oleh setiap anggota
perkumpulan yang telah diatur, baik dalam Staatsblad 1860 Nomor 3 maupun dalam
Pasal 89 Undang-undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris berikut sanksi-sanksi yang akan diberikan bila anggota melalukan
pelanggaran.
Adanya
kode etik bertujuan agar suatu profesi dapat dijalankan dengan profesional
dengan motivasi dan orientasi pada keterampilan intelektual serta berargumentasi
secara rasional dan kritis serta menjunjung tinggi nilai- nilai moral.
Pelayanan
jasa Notaris sebagai bagian pelayanan terhadap masyarakat harus berjalan
sejajar dengan perkembangan masyarakat dimasa depan. Kecermatan, kecepatan dan
kecakapan Notaris, tidak hanya semata-mata berlandaskan pada sikap pandang yang
bersifat formalistik, akan tetapi harus berlandaskan pada sikap pandang yang
bersifat profesionalistik, sehingga usaha untuk meningkatkan mutu pelayanan
Notaris benar-benar membawa hasil yang positif bagi masyarakat.
Dalam
hal kasus tersebut diatas, sebenarnya sudah terbentuk suatu badan yang
mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan Pengawasan
terhadap Notaris seperti tersebut dalam Pasal 67 Undang-undang nomor 30 Tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris, Pengawasan atas Notaris dilakukan oleh Menteri
dalam hal ini adalah Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
dengan membentuk Majelis Pengawas yang terbagi atas Majelis Pengawas Pusat,
Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Daerah. Masing-masing Majelis
Pengawas tersebut memiliki tugas dan wewenang tersendiri, dan secara berjenjang
Majelis Pengawas Daerah bertanggung jawab atas kinerjanya kepada Majelis
Pengawas Wilayah kemudian Majelis Pengawas Wilayah bertanggung-jawab atas
kinerjanya kepada Majelis Pengawas Pusat dan Majelis Pengawas Pusat tersebut
bertanggungjawab atas kinerjanya kepada Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia.
Majelis
Pengawas Notaris yang dibentuk Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia sebagai pelaksana pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris harus
lebih maksimal dalam menjalankan tugas pengawasan juga dalam memberikan
peringatan kepada Notaris yang melakukan pelanggaran dengan memberikan sanksi
yang tegas dengan menggunakan Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas
Notaris yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor: M.39-PW.07.10 Tahun 2004.
Untuk
melindungi kepentingan masyarakat umum dan menjamin pelaksanaan jabatan Notaris
yang dipercayakan oleh undang-undang dan masyarakat pada umumnya, maka adanya
pengaturan secara hukum mengenai pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan
Notaris Sanga tepat, karena dalam menjalankan jabatannya seorang Notaris tidak hanya
menjalankan jabatan yang diamanatkan oleh undang-undang, tetapi juga berfungsi
sebagai pengabdi hukum yang meliputi bidang yang Sangat luas. Dengan adanya
kode etik, kepentingan masyarakat yang dilayani akan terjamin sehingga semakin
memperkuat kepercayaan masyarakat.
Berdasarkan
latar belakang dan permasalahan tersebut diatas, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam melakukan penulisan ini adalah untuk mengetahui apakah Notaris
dalam menjalankan tugas jabatan sudah berpedoman pada Kode Etik Notaris yang
telah ditetapkan dalam Kongres Ikatan Notaris Indonesia (INI) dan Undang-undang
nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah tersebut diatas, maka masalah pokok yang hendak dibahas
dalam Makalah ini adalah:
1.
Pengertian etika dan kode etik profesi ?
2. Apakah itu Profesi notaris ?
3. Seperti apakah Kode etik notaris itu ?
4. Penegakan hukum kode etik notaris ?
5. Pengawasan ?
6. Pelanggaran terhadap kode etik notaris ?
7. Dan Sanksi apakah jika seorang notaris melanggar kode etik ?
2. Apakah itu Profesi notaris ?
3. Seperti apakah Kode etik notaris itu ?
4. Penegakan hukum kode etik notaris ?
5. Pengawasan ?
6. Pelanggaran terhadap kode etik notaris ?
7. Dan Sanksi apakah jika seorang notaris melanggar kode etik ?
I.3 Tujuan Dan Manfaat
I.3.1 Tujuan
1.
Untuk mengetahui tinjauan tentang
profesi dan kode etik Notaris.
2.
Untuk mengetahui pengaturan Notaris
dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.
3.
Untuk memahami pelanggaran yang
dilakukan Notaris atas Kode Etik Notaris.
4.
Untuk menganalisa secara sistematis mengenai penerapan
sanksi atas pelanggaran kode etik profesi notaris dengan cara melakukan
analisis terhadap analisis-analisis hukum yang berkaitan dengan kode etik
notaris dala sistem hukum di Indonesia.
5.
Untuk menganalisa dan menganalisis tanggungjawab
notaris dalam pembuatan akta yang berakibat pidana.
I.3.2 Manfaat
1.
Secara teoritis, diharapkan dapat dipergunakan sebagai
bahan masukan bagi pelaksanaan Pengembangan ilmu hukum di
bidang Hukum Perdata, terutama yang mempunyai hubungan dengan
bidang kenotariatan.
2.
Secara praktis, dengan
penulisan penelitian ini
diharapkan dapat memberikan Masukan
yang berharga bagi semua
pihak yang terkait dalam pelaksanaan
jabatan notaris dan juga dapat menambah wawasan bagi notaris
mengenai masalah pelanggaran kode etik yang berakibat perbuataan pidana.
BAB II. PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Etika
Menurut
Bertens (1994), Etika berasal dari bahasa Yunani kuno ethos dalam bentuk
tunggal yang berarti adat kebiasaaan, adat istiadat, akhlak yang baik. Arti
etika adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat
kebiasaan, dengan demikian, menurut Bertens tiga arti Etika dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1.
Etika dipakai dalam arti nilai-nilai dan
norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Arti ini disebut juga sebagai “sistem nilai” dalam
hidup manusia perseorangan atau hidup bermasyarakat.
2.
Etika dipakai dalam arti kumpulan
asas-asas atau nilai moral, yang dimaksud disini adalah kode etik, misalnya
Kode Etik Notaris Indonesia.
3.
Etika dipakai dalam arti ilmu tentang
yang baik atau yang buruk. Arti Etika disini sama dengan filsafat moral.
Pengertian
Etika menurut Sumaryono (1995), Etika mempunyai arti adat istiadat atau
kebiasaan yang baik, bertolak dari pengertian ini kemudian etika berkembang
menjadi studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan menurut ruang
dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan
pada umumnya. Selain itu, etika juga
berkembang menjadi studi tentang kebenaran dan ketidak-benaran berdasarkan
kodrat manusia yang diwujudkan melalui kehendak manusia.
Etika
moral berhubungan dengan kebiasaan berperilaku baik dan benar berdasarkan
kodrat manusia. Apabila Etika ini
dilanggar timbul perbuatan yang tidak baik dan tidak benar. Kebiasaan ini berasal dari kodrat manusia
yang disebut moral. Contoh Etika moral adalah:
a.
Berkata dan berbuat jujur;
b.
Menghargai hak orang lain
c.
Menghormati orang tua atau guru;
d.
Membela kebenaran dan keadilan;
e.
Menyantuni anak yatim/piatu
Berdasarkan
pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat dirumuskan pengertian
etika, yaitu:
1.
Nilai-nilai dan norma-norma moral yang
dipegang oleh seseorang atau sekelompok
orang dalam masyarakat untuk mengatur tingkah lakunya.
2.
Etika juga berarti kumpulan asas atau
nilai moral.
3.
Etika bisa pula dipahami sebagai ilmu
tentang yang baik dan yang buruk.
4.
Etika adalah refleksi kritis, metodis,dan
sistematis tentang tingkah laku manusia sejauh berkaitan dengan norma-norma
atau tentang tingkah laku manusia dari sudut baik dan buruk.
Dalam
Ensiklopedia Indonesia, terbitan Ikhtisar Baru tahun 1984, dijelaskan bahwa
etika berasal dari bahasa Inggris Ethics yang berarti ilmu tentang kesusilaan
yang menentukan bagaimana seharusnya manusia hidup di dalam masyarakat.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
tahun 1988, etika dirumuskan dalam 3 arti yaitu;
1.
Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak).
2.
Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan
dengan akhlak.
3.
Nilai mengenai benar dan salah yang
dianut suatu golongan atau masyarakat
umum.
Dalam
menjalankan jabatannya, Notaris harus mematuhi seluruh kaedah moral yang telah
hidup dan berkembang di masyarakat.
Selain tanggung jawab dan etika profesi, integritas dan moral yang baik
merupakan persyaratan penting yang harus dimiliki oleh seorang Notaris, karena
tanggung jawab dan etika profesi mempunyai hubungan yang erat dengan integritas
dan moral.“Etika Profesi adalah norma-norma, syarat-syarat dan ketentuan-
ketentuan yang harus dipenuhi oleh sekelompok orang yang disebut sebagai
kalangan professional”.
Untuk
dapat menjalankan tugasnya dengan baik dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat, seorang profesional harus menjalankan jabatannya dengan
menyelaraskan antara keahlian yang dimilikinya dengan menjunjung tinggi kode
etik profesi.
II.2 Kode Etik Profesi
Bertens
dalam bukunya tentang etika menyatakan bahwa kode etik profesi merupakan norma
yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang mengarahkan atau
memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya dan sekaligus menjamin
mutu moral itu di mata masyarakat. Apabila salah satu anggota kelompok profesi
itu berbuat menyimpang dari kode etiknya, maka kelompok profesi tersebut akan
tercemar di mata rnasyarakat. Oleh karena itu, kelornpok profesi harus
menyelesaikan berdasarkan kekuasaannya sendiri.
Kode
etik profesi merupakan produk etika terapan karena dihasilkan berdasarkan
penerapan pemikiran etis atas suatu profesl", Kode etik profesi dapat
berubah dan diubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
sehingga anggota kelompok profesi tidak akan ketinggalan jaman. Kode etik
profesi merupakan hasil pengaturan diri profesi yang bersangkutan, dan ini
perwujudan nilai moral yang hakiki, yang tidak dipaksakan dari luar. Kode etik
ini hanya berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang
hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri. Kode etik profesi merupakan rumusan
norma moral manusia yang mengemban profesi itu. Kode etik profesi merupakan
tolok ukur perbuatan anggota kelompok profesi. Kode etik profesi merupakan
upaya pencegahan berbuat yang tidak etis bagi anggotanya.
Kode
etik perlu dirumuskan secara tertulis, menurut Sumaryono dalam bukunya tentang
Etika Profesi Hukum, Norma-Norma bagi Penegak Hukum mengemukakan alasannya :
1.
Sebagai sarana kontrol sosial
2.
Sebagai pencegah campur tangan pihak
lain
3.
Sebagai pencegah kesaJahpahaman dan
konflik
Kode
etik profesi merupakan kriteria prinsip profesional yang telah digariskan,
sehingga dapat diketahui dengan pasti kewajiban profesional anggota lama, baru
ataupun calon anggota kelompok profesi. Dengan demikian dapat dicegah
kemungkinan terjadi konflik kepentingan antara sesama anggota kelompok anggota
profesi atau antara anggota kelompok profesi dan masyarakat. Anggota kelompok
protesi atau anggota masyarakat dapat melakukan control melalui rumusan kode
etik profesi, apakah anggota kelompok protesi telah memenuhi kewajiban
profesionalnya sesuai dengan kode etik protesi.
Kode
etik profesi telah menentukan standarisasi kewajiban profesional anggota
kelompok profesi. Dengan demikian, pemerintah atau masyarakat tidak perlu
campur tangan untuk menentukan bagaimana seharusnya anggota kelompok protest
melaksanakan kewajiban profesionalnya. Hubungan antara pengemban profesi dengan
masyarakat, misalanya antara Notaris dengan klien tidak perlu diatur secara
detail dengan undang-undang oleh pemerintah atau oleh masyarakat karena
kelompok protesi telah menetapkan secara tertulis norma atau patokan terentu
berupa kode etik protesi.
Kode
etik profesi pada dasarnya adalah norma perilaku yang sudah dianggap benar atau
yang sudah mapan dan tentunya akan lebih efektif lagi apabila norma berlaku
tersebut dirumuskan sedemikian baiknya, sehingga memuaskan pihak-pihak yang
berkepentingan. Kode etik profesi merupakan kristalisasi perilaku yang dianggap
benar menurut pendapat umum karena berdasarkan pertimbangan kepentingan protesi
yang bersangkutan. Dengan demikian kode etik profesi dapat mencegah
kesalahpahaman dan konflik, dan sebaliknya berg una sebagai bahan refleksi nama
baik protesi. Kode etik protesi yang baik adalah yang mencerminkan nilai moral
anggota kelompok profesi sendiri dan pihak-pihak yang membutuhkan pelayanan
protesi yang bersangkutan.
II.3 Profesi Notaris
Dalam
kehidupan bermasyarakat dibutuhkan suatu ketentuan yang mengatur pembuktian
terjadinya suatu peristiwa, keadaan atau perbuatan hukum, sehingga dalam hukum
keperdataan dibutuhkan peran penting akta sebagai dokumen tertulis yang dapat
memberikan bukti tertulis atas adanya suatu peristiwa, keadaan atau perbuatan
hukum tersebut yang menjadi dasar dari hak atau suatu perikatan.
Berkaitan
dengan hal tersebut, diperlukan adanya pejabat umum dan atau suatu lembaga yang
diberikan wewenang untuk membuat akta otentk yang juga dimaksudkan sebagai
lembaga notariat. Lembaga kemasyarakatan yang dikenal sebagai "notariat'
ini muncul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia, yang menghendaki
adanya alat bukti dalam hubungan hukum keperdataan yang ada dan/atau terjadi
diantara mereka.
Lembaga
Notaris timbul karena adanya kebutuhan masyarakat di dalam mengatur pergaulan
hidup sesama individu yang membutuhkan suatu alat bukti mengenai hubungan
keperdataan di antara mereka".
Oleh
karenanya kekuasaan umum (openbaar gezaag)
berdasarkan perundang-undangan memberikan tugas kepada petugas yang
bersangkutan untuk membuatkan alat bukti yang tertulis sebagaimana dikehendaki
oleh para pihak yang mempunyai kekuatan otentik.
Notaris
yang mempunyai peran serta aktivitas daJam prafesi hukum tidak dapat dilepaskan
dari persoalan-persoalan mendasar yang berkaitan dengan fungsi serta peranan
hukum itu sendiri, dimana hukum diartikan sebagai kaidah-kaidah yang mengatur
segala perikehidupan masyarakat, lebih luas lagi hukum berfungsi sebagai alat
untuk pembaharuan masyarakat.
Indonesia
sebagai negara yang berkembang dan sedang membangun, maka peran serta fungsi
hukum bagi suatu prafesi hukum tidaklah lebih mudah daripada di negara yang
maju, karena terdapatnya berbagai keterbatasan yang bukan saja mengurangi
kelancaran lajunya proses hukum secara tertib dan pasti tetapi juga memerlukan
pendekatan dan pemikiran-pemikiran yang menuju kepada suatu kontruksi hukum
yang adaptip yang dapat menyeimbangkan berbagai kepentingan yang ada secara
mantap.
Tanggung
jawab notaris dalam kaitannya dengan prafesi hukum di dalam melaksanakan jabatannya
tidak dapat dilepaskan dari keagungan hukurn itu sendiri, sehingga terhadapnya
diharapkan bertindak untuk merefleksikannya di dalam pelayanannya kepada
masyarakat",
Dua
hal yang perlu mendapat perhatian di dalam rangka menjalankan profesinya tersebut:
Adanya
kemampuan untuk menjunjung tinggi profesi hukurn yang mensyaratkan adanya
integritas pribadi serta kebolehan profesi dan itu dapat dijabarkan ;
1.
Kedalam, kemampuan untuk tanggap dan
menjunjung tinggi kepentingan umum yaitu memegang teguh standar profesional
sebagai pengabdi hukurn yang baik dan tanggap. berperilaku individual. mampu
menunjukkan sifat dan perbuatan yang sesuai bagi seorang pengabdi hukum yang
baik,
2.
Keluar. kemampuan untuk berlaku tanggap
terhadap perkembangan masyarakat dan lingkungannya, menjunjung tinggi
kepentingan urnurn, mampu mengakomodir, menyesuaikan serta mengembangkan norma
hukum serta aplikasinya sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat dan
teknologi.
Untuk
lebih menjelaskan hal tersebutdikutip tulisan dari David Mellinkoff (The Conscience of Lawyer, 1973 ) " Lawyers are obliged to pursue their work
according to certain standards of competence, disspasion and faithful/ness,
lawyers accept those standards because that is the only way they may be lawyer"
Di
Indonesia pengertian profesi itu sendiri dalam pelaksanaannya adalah
menciptakan dilakukannya suatu kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat yang
berbekalkan keahlian yang tinggi serta berdasarkan rasa keterpanggilan, jadi
kerja tersebut tidak boleh disamakan dengan kerja biasa, yang bertujuan mencari
nafkah dalam jabatannya profesionalisme mensyaratkan adanya tiga watak kerja:
1.
Kerja itu merefleksikan adanya itikad
untuk merealisasi kebajikan yang dijunjung tinggi dalam masyarakat,
2.
Bahwa kerja itu dilaksanakan berdasarkan
kemahiran teknis yang bermutu tinggi yang karena itu mensyaratkan adanya
pendidikan dan pelatihan yang berlangsung bertahun-tahun secara eksklusif dan
be rat,
3.
Kualitas teknik dan kualitas moral yang
disyaratkan dalam kerja-kerja pemberian jasa profesi dalam pelaksanaannya
menundukkan diri pada kontrol sesama yang terorganisasi berdasarkan kode-kode
etik yang dikembangkan dan disepakati bersama di dalam organisasi. (lihat
Soetandyo Wignyosoebroto, Pratesi. Profesianalisme dan Etika Protest (makalah pengantar
untuk sebuah diskusi !entang profesionalisme khususnya Notaria!) upgrading IN!.
Di
Indonesia pada tanggal 27 Agustus 1620, Melchior Ketchem, Sekretaris dari
College Van Scepenen di Jacatra, diangkat sebagai notaris pertama di Indonesia,
yang pengangkatannya berbeda dengan pengangkatan notaris pada saat ini dimana
di dalam pengangkatannya dimuat sekaligus secara sing kat yang menguraikan
pekerjaan dalam bidang dan wewenangnya.
II.4 Sejarah Notaris
Sejarah
lembaga notariat dimulai pada abad ke 11 atau ke 12 di daerah Pusat perdagangan
Italia. Pada abad ke 13 lembaga notariat mencapai puncak perkembangannya,
setelah itu pada abad ke 14 terjadilah kemerosotan di bidang notariat, hal ini
disebabkan tindakan dari penguasa pada waktu itu yang seolah-olah menjual jabatan-jabatan
Notaris kepada orang-orang tanpa mengindahkan apakah orang tersebut memiliki
keahlian atau tidak, sehingga menimbulkan banyak keluhan dari masyarakat.
Pada
permulaan abad ke 19, lembaga notariat in meluas ke negara- negara sekitarnya
bahkan ke negara-negara lainnya. Pada saat puncak perkembangannya dan setelah
terjadi pelembagaan notariat, lembaga ini dibawa Belanda dengan dua buah dekrit
kaisar yaitu pada tanggal 8 Nopember tahun 1810 dan tanggal 1 Maret tahun 1811
yang berlaku di seluruh negeri Belanda.
Perundang-undangan
notariat Perancis yang diberlakukan di Negeri Belanda tidak segera hilang
walaupun negara itu telah lepas dari kekuasaan Perancis, setelah adanya desakan
dari rakyat Belanda yang berulang kali untuk membentuk suatu perundang-undangan
nasional yang sesuai dengan aspirasi rakyat di bidang notariat, maka pada
tanggal 9 Juli tahun 1842 dikeluarkan Undang-undang tentang Jabatan Notaris,
yaitu Nederland Staatblad Nomor 20.
Perkembangan
sejarah notariat di negeri Belanda Sangat penting artinya bagi lembaga notariat
di Indonesia. Notariat di Zaman Republik der verenigde Nederlanden mulai masuk
ke Indonesia pada permulaan abad ke 17.
Pada
tahun 1860 peraturan-peraturan mengenai jabatan Notaris di Indonesia
disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku di negara Belanda dengan di
undangkannya Staatblad Nomor 3 Tentang Peraturan Jabatan Notaris pada tanggal
26 Januari 1860 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juli tahun 1860, dengan
diundangkannya “Notaris Reglemen” maka diletakkanlah dasar yang kuat bagi
pelembagaan notariat di Indonesia.
Seiiring
dengan perkembangan jaman dan kebutuhan hukum masyarakat Indonesia, berbagai
ketentuan dalam peraturan perundang- undangan tersebut diatas sudah tidak
sesuai lagi, maka perlu diadakan pembaharuan dan pengaturan kembali secara
menyeluruh dalam satu undang-undang yang mengatur tentang jabatan Notaris,
sehingga dapat tercipta suatu unifikasi hukum yang berlaku untuk semua penduduk
di seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Dalam rangka mewujudkan unifikasi
hukum dibidang kenotariatan tersebut, pada tanggal 6 Oktober tahun 2004
disahkan dan diundangkan Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris.
Dalam
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang
dimaksud dengan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud dengan undang-undang.
Berdasarkan
Pasal 1868 KUHPerdata juncto Pasal 15 Ayat 1 Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat
akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan
oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal
pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,
semuanya sepanjang pembuatan akta itu tidak dapat ditugaskan atau dikecualikan
kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang
Menurut
pendapat Prof. Abdulkadir Muhammad, dalam mengemban tugasnya tersebut, Notaris
harus bertanggung jawab, artinya:
1.
Notaris dituntut melakukan pembuatan
akta dengan baik dan benar. Artinya akta yang dibuat itu memenuhi kehendak
hukum dan permintaan pihak berkepentingan karena jabatannya.
2.
Notaris dituntut menghasilkan akta yang
bermutu. Artinya akta yang dibuatnya itu sesuai degnan aturan hukum dan
kehendak pihak yang berkepentingan dalam arti sebenarnya, buka mengada-ada.
Notaris harus menjelaskan kepada pihak yang berkepentingan kebenaran isi dan
prosedur akta yang dibuatnya tersebut.
3.
Berdampak positif. Artinya siapapun akan
mengakui akta notaris itu mempunyai kekuatan bukti sempurna.
”Dengan
kehadiran UUJN tersebut merupakan satu-satunya Undang- undang yang mengatur
Notaris Indonesia, yang berarti telah terjadi unifikasi hukum dalam bidang
pengaturan Notaris, sehingga UUJN dapat disebut sebagai penutup (pengaturan)
masa lalu dunia Notaris Indonesia dan membuka (pengaturan) dunia Notaris
Indonesia masa datang. Sekarang UUJN saja yang merupakan ”rule of law” untuk
dunia Notaris Indonesia”
Kedudukan
Notaris sebagai pejabat umum adalah merupakan salah satu organ negara yang
mendapat amanat dari sebagian tugas dan kewenangan negara yaitu berupa tugas, kewajiban,
wewenang dan tanggung Habib Adjie, Undang-undang Jabatan Notaris (UUJN) sebagai
Unifikasi Hukum Pengaturan Notaris, Renvoi 28 (September 2005): 38. jawab dalam
rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat umum dibidang keperdataan.
II.5 Kode Etik Notaris
Notaris
dalam menjalankan jabatannya selain mengacu kepada Undang-Undang Jabatan
Notaris, juga harus bersikap sesuai dengan etika profesinya. Etika profesi
adalah seikap etis yang dituntut untuk dipenuhi oleh profesional dalam
mengemban profesinya. Etika profesi berbeda-beda menurut bidang keahliannya
yang diakui dafam masyarakat. Etika profesi diwujudkan secara formal ke dalam
suatu kode etik. "Kode " adalah segala yang tertulis dan disepakati
kekuatan hukumnya oleh kelompok masyarakat tertentu sehingga kode etik dalam
hal ini adalah hukum yang berlaku bagi anggota masyarakat profesi tertentu
dalam menjalankan profesinya .
Para
Notaris yang berpraktek di Indonesia bergabung dalam suatu perhimpunan
organisasi yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI). INI merupakan kelanjutan dari
De Nederlandsch-Indische Notarieele Vereeniging, yang dahulu didirikan di
Batavia pad a tanggal 1 Juli 1908 yang mendapat pengesahan sebagai badan hukum
dengan Gouvernements Besluit (Penetapan Pemerintah) tanggal 5 September 1908 Nomor
9. Nama Belanda kemudian diganti atau diu bah menjadi Ikatan Notaris Indonesia
yang hingga sekarang merupakan satu-satunya wadah organisasi profesi di
Indonesia.
Kemudian
mendapat pengesahan dari pemerintah berdasarkan Keputusan Mentri kehakiman RI pada
tanggal 23 Januari 1995 Nomor C2-1011.HT.01.06 Tahun 1995, dan telah diumumkan
dalam Berita Negara RI tanggal 7 April 1995 Nomor 28 Tambahan Nomor 1/P-1995,
oleh karena itu sebagai dan merupakan organisasi Notaris sebagaimana dimaksud
dalam UUJN nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diundagkan dalam
Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 117. Menurut Pasal 1 angka (5) UUJN,
menyebutkan bahwa Organisasi Notaris adalah organisasi profesi jabatan Notaris
yang terbentuk perkumpulan yang berbadan hukum.
Notaris
dengan organisasi profesi jabatannya menjabarkan etika profesi terse but
kedalam Kode Etik Notaris. Kode Etik Notaris menurut organisasi profesi jabatan
Notaris Hasil Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia (INI) pada tanggal 28
Januari 2005 yang diadakan di Bandung, diatur dalam Pasal 1 angka (2) adalah
sebagai berikut
Seluruh
kaedah moral yang ditentukan oteh Perkumpulan lkatan Notaris Indonesia yang
selanjutnya disebut "Perkumpulan" berdasar keputusan Kongres
Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan dialur dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur ten tang hal itu dan yang berlaku bagi setie
wajib ditaati oteh setieo dan semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang
menja/ankan tugas jabatan sebagai Noieris, etrmasuk dida/amnya Pejabat
Sementara Noieris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus.
Melaksanakan
tugas jabatannya seorang Notaris harus berpegang teguh kepada Kode Etik jabatan
Notaris. Kode etik adalah tuntunan, bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan
untuk suatu profesi tertentu atau merupakan daftar kewajiban dalam menjalankan
suatu profesi yang disusun oleh anggota profesi itu sendiri damn mengikat
mereka dalam mempraktekkarinya. Dengan demikian Kode etik Notaris adalah
tuntunan, bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan Notaris baik selaku pribadi
maupun pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah dalam rangka memberikan
pelayanan kepada masyarakat umum khususnya dalam bidang pembuatan akta.(lihat
Liliana Tedjosaputro. Elika Profesi Notaris Da/am Penegakan Hukum Pidana,
Bigraf Publishing, Yogyakarta. 1995, him 29.
Pembahasan
mengenai Kode etik tidak terlepas dari UndangUndang Jabatan Notaris Nomor 30
tahun 2004. Dalam kode etik Notaris terdiri dari kewajiban, larangan maupun
sangsi serta penegakan hukum agar tujuan dari terbentuknya kode etik maupun
Uridang-Undang Jabatan Notaris dapat berjalan tertib.
Menurut
Pendapat Prof. Abdulkadir Muhammad, uraian mengenai Kode Etik Notaris meliputi
antarlain: Etika Kepribadian Notaris, Etika melakukan tugas jabatan, etika pelayanan
terhadap klien, etika hubungan sesama rekan Notaris, dan etika pengawasan
terhadap Notaris.
1.
Etika Kepribadian Notaris,
Sebagai pejabat umum,
notaris harus:
a.
Berjiwa Pancasila;
b.
Taat pada hukum, sumpah jabatan dan Kode
Etik Notaris;
c.
Berbahasa Indonesia yang baik.
Sebagai profesional, Notaris harus:
a.
Memiliki perilaku profesional;
b.
Ikut serta pembangunan nasional di
bidang hukum;
c.
Menjunjung tinggi kehormatan dan
martabat Notaris.
Yang dimaksud dengan perilaku
profesional ( Professional behaviour ), adalah memenuhi unsur-unsur sebagai
berikut:
a.
Keahlian yang didukung oleh pengetahuan dan
pengalaman tinggi;
b.
Integritas moral artinya menghindari
sesuatu yang tidak baik walaupun imbalan jasanya tinggi, pelaksanaan tugas
profesi diselaraskan dengan nilai-nilai kemasyarakatan, sopan santun, dan
agama;
c.
Jujur tidak saja pada pihak kedua atau
pihak ketiga, tetapi juga kepada diri sendiri;
d.
Tidak semata-mata pertimbangan uang,
melainkan juga pengabdian, tidak membedakan antara orang mampu dan tidak mampu;
e.
berpegang teguh pada kode etik profesi
karena di dalamnya ditentukan segala perilaku yang harus dimiliki oleh Notaris,
termasuk berbahasa Indonesia yang sempurna.
2.
Etika melakukan tugas jabatan
Notaris sebagai pejabat
umum dalam melakukan tugas jabatan harus:
a.
Menyadari kewajibannya, bekerja sendiri,
jujur, tidak berpihak, dan penuh rasa tanggung jawab;
b.
Menggunakan satu kantor yang telah
ditetapkan sesuai dengan undang-undang, tidak mengadakan kantor cabang
perwakilan, dan tidak menggunakan perantara;
c.
Tidak menggunakan media massa yang
bersifat promosi;
d.
Harus memasang tanda papan nama menur ut
ukuran yang berlaku.
3.
Etika pelayanan terhadap klien
Sebagai pejabat umum,
notaris harus:
a.
Memberikan pelayanan hukum kepada
masyarakat yang memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya;
b.
Menyelesaikan akta sampai tahap
pendaftaran pada Pengadilan Negeri dan pengumuman dalam Berita Negara, apabila
klien yang bersangkutan dengan tegas mengatakan akan menyerahkan pengurusannya
kepada Notaris yang bersangkutan dan klien telah memenuhi syarat-syarat yang
diperlukan;
c.
Memberitahu kepada klien perihal
selesainya pendaftaran dan pengumumam, dan atau mengirim kepada atau menyuruh
mengambil akta yang sudah didaftar atau Berita Negara yang sudah selesai
dicetak tersebut oleh klien yang bersangkutan;
d.
Memberikan penyuluhan hukum agar
masyarakat menyadari hak dan kewajiban sebagai warga negara dan anggota
masyarakat;
e.
Memberikan jasa kepada anggota
masyarakat yang kurang mampu dengan Cuma-Cuma;
f.
Dilarang menahan berkas seseorang dengan
maksud memaksa orang itu membuat akta pada Notaris yang menahan berkas itu;
g.
Dilarang menjadi alat orang atau pihak
lain untuk semata-mata menandatangani
akta buatan orang lain sebagai akta buatan Notaris yang bersangkutan;
h.
Dilarang mengirim minuta kepada klien
atau klien-klien untuk ditandatangani oleh klien atau klien-klien yang
bersangkutan;
i.
Dilarang membujuk-bujuk atau dengan cara
apapun memaksa klien membuat akta padanya, atau membujuk-bujuk seseorang agar
pindah dari Notaris lain;
j.
Dilarang membentuk kelompok di dalam
tubuh Ikatan Notaris Indonesia dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu
instansi atau lembaga secara khusus/ekslusif, apalagi menutup kemungkinan
anggota lain untuk berpartisipasi.
4.
Etika hubungan sesama rekan Notaris
Sebagai sesama pejabat
umum, Notaris harus:
a.
Saling menghormati dalam suasana
kekeluargaan;
b.
Tidak melakukan persaingan yang
merugikan sesama rekan Notaris, baik moral maupun material;
c.
Harus saling menjaga dan membela
kehormatan dan nama baik korps Notaris atas dasar rasa solidaritas dan sikap
tolong menolong secara konstruktif.
Dalam
penjelasan diatas, maksud menghormati dalam suasana kekeluragaan artinya,
Notaris tidak mengeritik, menyalahkan akta-akta yang dibuat rekan notaris
lainnya dihadapan klien atau masyarakat. Notaris tidak membiarkan rekannya
berbuat salah dalam jabatannya dan seharusnya memberitahukan kesalahan rekannya
dan menolong memperbaikinya. Tidak melakukan persaingan yang merugikan sesama
rekan dalam arti tidak menarik karyawan Notaris lain secara tidak wajar, tidak
menggunakan perantara yang mendapat upah, tidak menurunkan tarif jasa yang
telah disepakati. Menjaga dan membela kehormatan dan nama baik, dalam arti
tidak mencampurkan usaha lain dengan jabatan Notaris, memberikan informasi atau
masukkan mengenai klien-klien yang nakal setempat.
5.
Etika Pengawasan
a.
Etika pengawasan terhadap Notaris
melalui pelaksanaan Kode Etik Notaris dilakukan oleh Majelis Kehormatan Daerah
dan atau Majelis Kehormatan Pusat Ikatan Notaris Indonesia;
b.
Tata cara pelaksanaan kode etik, sanksi-sanksi
dan eksekusi diatur dalam peraturan tersendiri;
c.
Tanpa mengurangi ketentuan mengenai tata
cara maupun pengenaan tingkatan sanksi-sank si berupa peringatan dan teguran,
maka pelanggaran-pelanggaran yang oleh Pengurus Pusat secara mutlak harus
dikenakan sanksi pemberhentian sementara sebagai anggota Ikatan Notaris
Indonesia disertai usul Pengurus Pusat kepada Kongres untuk memecat anggota
yang bersangkutan adalah pelanggaran-pelanggaran yang disebut dalam Kode Etik
Notaris dan Peraturan Jabatan Notaris yang berakibat bahwa anggota yang
bersangkutan dinyatakan bersalah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
II.6 Penegakan Hukum Kode Etik Notaris
Pengertian
Penegakan hukum dapat dirumuskan sebagai usaha melaksanakan hukum sebagaimana
mestinya, mengawasi pelaksanaannya, dan jika terjadi pelanggaran memulihkan
hukum yang dilanggar itu supaya ditegakkan kembali. Penegakkan hukum dilakukan
dengan penindakan hukum menurut urutan berikut:
a.
Teguran peringatan supaya menghentikan pelanggaran
dan jangan berbuat lagi
b.
Pembebanan kewajiban tertentu (ganti
kerugian, denda)
c.
Penyisihan atau pengucilan (pencabutan
hak-hak tertentu)
d.
Pengenaan sanksi badan (pidana penjara,
pidana mati) Dalam pelaksanaannya tugas penegakan hukum, penegak hukurn wajib
menaati norma-norma yang telah ditetapkan.
Penegakan
kode etik Notaris adalah usaha melaksanakan kode etik Notaris sebagaimana
mestinya, mengawasi pelaksanaannya supaya tidak terjadi pelanggaran, dan jika
terjadi pelanggaran memulihkan kode etik yang dilanggar itu supaya ditegakkan
kembali.
Penegakan
hukum Kode Etik Notaris tercantum dalam Bab IV dan V yaitu dari Pasal 6 sampai
dengan Pasal 13. Yang meliputi : Sanksi, Pengawasan, Pemeriksaan dan Penjatuhan
sanksl, Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Pada tingkat Pertama, Banding dan
Terakhir, Eksekusi atas sanksi-sanksi dalarn Pelanggaran Kode Etik.
II.7 Pengawasan
Pengawasan
Notaris dimaksud diharapkan oleh pembentuk Undang-undang Jabatan Notaris
merupakan lembaga pembinaan agar para Notaris dalam menjalankan jabatannya
dapat leblh meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Dalam Pasal 67
ayat (5) UUJN, yang harus diawasi adalah Perilaku Notaris dan Pelaksanaan
Jabatan Notaris.
Pengawasan
baik preventif dan represif diperlukan bagi pelaksanaan tug as Notaris sebagai
pejabat umum. Fungsi Preventif dilakukan oleh Negara sebagai pemberi wewenang
yang I dilimpahkan pada instansi pemerintah. Fungsi represif dilakukan oleh
organisasi profesi jabatan Notaris dengan acuan kepada UUJN dan Kode Etik Notaris.
Pengawasan
Notaris diatur dalam Pasal 67-81 UUJN, yang intinya pengawasan dilakukan oleh
Menteri dan dalarn rnelaksanakan pengawasan tersebut Menteri menunjuk Majelis
Pengawas, yang terdiri dari Majelis Pengawas Oaerah, Majelis Pengawas Wilayah
dan Majelis Pengawas Pusat. Majelis Pengawas terdiri dari 3 unsur yaitu unsur
dari Pemerintah, organisasi Notaris dan akademisi.
a.
Majelis Pengawas Daerah (MPD)
MPD melakukan pengawasan secara berkala 6
bulan sekali dengan melakukan pemerikasaan protocol Notaris, memberikan izin
cuti selama 6 bulan dan pemeriksaan adanyalaporan atau pengaduan dari
masyarakat terhadap Notaris. Apabila ada pengaduan dari masyarakat terhadap
Notaris yang melakukan pelanggaran kode etik maupun pelanggaran Undang-Undang
jabatan Notaris, maka MPD berwenang menyelenggarakan Sidang tertutup untuk
umum, MPD akan memeriksa dan mendengar keterangan pelapor, tanggapan terlapor,
memeriksa bukti yang diajukan pelapor dan terlapor, kemudian hasil pemeriksaan
dituangkan dalam Berita Acara pemeriksaan (BAP) dan wajib diberikan kepada
MajeJis Pengawas Wilayah dalam waktu 30 hari dengan tembusan kepada notaris
yang bersangkutan, pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan Majelis
Pengawas Pusat
MPD tidak berwenang membenkan penilaian
pembuktian terhadap fakta-fakta hukum dan juga tanpa kewenangan untuk
menjatuhkan sanksi
b.
Majelis Pengawas Wilayah (MPW)
MPW berwenang meberikan cuti untuk 6 bulan
sampai 1 tahun. \ Berdasarkan BAP yang telah diberikan kepada MPW melalui MPD,
MPW berwenang melakukan Sidang Pemeriksaan Tertutup untuk umum dan Sidang
Pengambilan Keputusan yang terbuka untuk umum. Blla dalam sidang pemeriksaan
MPW Netarts tidak terbukti rnelakukan pelanggaran, maka laporan BAP ditolak dan
Notaris direhabilitasi nama baiknya. Bila Notaris terbukti melanggar, putusan
harus memuat alasan dan pertimbangan yang cukup yang dijadikan dasar untuk
menjatuhkan putusan.
MPW membuat berita acara atas setiap
keputusan penjatuhan sanksi, yang kemudian disampaikan kepada Mennteri,
pelapor, teriapor, MPD, MPP dan pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia.
Apabila Notaris terlapor keberatan alas
putusan sidang MPW, maka Notaris dapat mengajukan banding pad a tingkat Majelis
Pengawas Pusat
c.
Majelis Pengawas Pusat (MPP)
Berwenang memberi cuti notaris untuk jangka
waktu 1 tahun lebih. Menindaklanjuti Notaris yang melakukan banding yang
disampaikan melalui MPW. MPP wajib melakukan Sidang Pemeriksaan dan Sidang
Pengambilan Putusan yang terbuka untuk umum.
II.8 Pelanggaran Terhadap Kode Etik Notaris
Beberapa
contoh pelanggaran terhadap UUJN yang dilakukan oleh oknum Notaris dalam
pembuatan akta-akta Notaris, yaitu :
a.
Akta dibuat tanpa dihadiri oleh
saksl-saksl, padahal di dalam akta itu sendiri disebut dan dinyatakan
"denqan dihadiri saksi-saksi"
b.
Akta yang bersangkutan tidak dibacakan
oleh Notaris
c.
Akta yang bersangkutan tidak
ditandatangai di hadapan Notaris, bahkan min uta Akta tersebut dibawa oleh
orang lain dan ditandatangani oleh dan ditempat yang tidak diketahui oleh
Notaris yang bersangkutan
d.
Notaris membuat akta diluar wilayah
jabatannya, akan tetapi Notaris yang bersangkutan mencantumkan dalam akta
tersebut seolah-oleh dilangsungkan dalam wilayah hukum kewenangannya atau
seolah-oleh dilakukan di tempat kedudukan dari Notaris tersebut.
e.
Seorang Notaris membuka kantor cabang
dengan cara sertiap cabang dalarn . waktu yang bersamaan melangsungkan dan
memproduksi akta Notaris yang seolah-olah kesemua akta tersebut dibuat di
hadapan Notaris yang bersangkutan.
Akibat
hukum terhadap akta yang dibuat oleh Notaris yang telah rnelakukan pelanggaran
terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris, yaitu kata Notaris tersebut tidak
otentik dan akta itu hanya mempunyai kekuatan seperti akta yang dibuat di bawah
tangan apabila ditandatangani oleh para
pihak yang bersangkutan.
Pelanggaran
terhadap UUJN seperti yang dicontohkan di atas, sudah mengakibatkan kerugian
terhadap masyarakat atau pengguna jasa Notaris, bisa diajukan oleh masyarakat
kepada Majelis Pengawas Daerah.
Yang kemudian mekanismenya disesuaikan dengan UUJN. Dalam UUJN ditentukan
sanksi-sanksi dalam Pasal 84 dan 85 bagi pelanggaran jabatan Notaris.
Kode
etik Notaris yang diatur oleh organisasi Notaris yaitu !katan Notaris Indonesia
(IN!) merupakan salah satu organisasi profesi jabatan Notaris yang diakui dan
telah mempunyai cabang di seluruh Indonesia. Pelanggaran menurut Kode etik
Notaris diatur dalam Pasal1 angka (9) yaitu : Pelanggaran adalah perbuatan atau
tindakan yang dilakukan oleh Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan
menjalankan jabatan nolaris yang melanggar ketentuan Kode Etik dan/atu disiplin
organisas;
II.9 Sanksi
Sanksi
dalam Kode Etik tercantum dalam pasal 6 :
1.
Sanksi yang dikenakan terhadap anggota
yang melakukan pefanggaran Kode Etik dapat berupa :
a.
Teguran
b.
Peringatan
c.
schorsing (pemecatan sementara) dari
keanggotaan perkumpulan
d.
onzetfing ( pemecatan) dari keanggotaan
perkumpulan
e.
Pemberhentian dengan tidak hormat dari
keanggotaan Perkumpulan
2.
Penjatuhan senksi-senksi sebagaimana
terurai di atas terhadap anggota yang melanggar kode etik disesuaikan dengan
kualitas pelanggaran yang dilakukan anggota.
Yang
dimaksud sebagai sanksi adalah suatu hukuman yang dimaksudkan sebagai sarana,
upaya dan alat pemaksa ketaatan dan disiplin anggota perkumpulan maupun orang
lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris dalam menegakkan kode etik
dan disiplin organisasi.
Penjatuhan
sanksi terhadap anggota yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik Notaris
dilakukan oleh Dewan Kehormatan yang merupakan alat perlengkapan perkumpulan
yang berwenang melakukan pemeriksaan atas pelanggaran kode etik termasuk
didalamnya juga menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya sesuai dengan kewenangan
masing-masing (termuat dalam Pasal B)
Terhadap
pelanggaran Notaris dilakukan pengawasan oleh organisasi Notaris yaitu Ikatan
Notaris Indonesia (INI) terhadap anggotanya, yang secara langsung mengontrol
Notaris yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan, yang dalam Pasal 1 angka (8) Kode
Etik Notaris .
Dewan
Kehormatan adalah alat perlengkapan Perkumpulan sebaga; suatu badan atau
lembaga yang mandiri dan bebas dari keberpihakan da/am Perkumpulan yang
bertugas untuk:
a.
melakukan pembinaan, bimbingan,
pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi Kode Etik,
b.
memeriksa dan mengambil keputusan atas
dugaan pelanggaran ketentuan kode etii: yang bersifat internal atau yang tidak
mempunyai kaitan dengan kepentingan rnasyarakat secara langsung
c.
rnemberikan saran dan pendapat kepada
Majelis Pengawas atas dugaan pe/anggaran kode etik dan jabatan Notaris
Dewan
Kehormatan memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan
kode etik yang sifatnya "internal" atau yang tidak mempunyai kaitan
dengan kepentingan masyarakat secara langsung (pasal 1 ayat 8 bagian a)
Pemeriksaan
dan penjatuhan sanksi pada tingkat pertama dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan
Daerah yang baru akan menentukan putusannya mengenai terbukti atau tidaknya
pelanggaran kode etik serta penjatuhan sanksi terhadap pelanggarnya, setelah
mendengar keterangan dan pembefaan diri dari keperluan itu. Bila dalam putusan
sidang dewan kehormatan daerah terbukti adanya pelanggaran kode etik, maka
sidang sekaligus "menentukan sanksi" terhadap pefanggarnya. (pasal 9
ayat (5). Sanksi teguran dan peringatan oleh Dewan Kehormatan Daerah tidak
wajib konsultasi dahulu demgan Pengurus Daerahnya, tetapi sanksi pemberhentian
sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) adri keanggotaan diputusakan
dahulu dengan pengurus Dasarnya (Pasaf 9 ayat (8). Pemeriksaan dan penjatuhan
sanksi pada tingkat banding dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan Wilayah (Pasal
10). Putusan yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara (schorsing) atau
pemecatan (onzetting) dari keanggotaan perkumpulan dapat diajukan/dimohonkan
banding kepada Dewan Kehormatan Wilayah. Apabila pemeriksaan dan penjatuhan
sanksi dalam tingkat pertama telah dilakukan oleh Dewan Kehormatan Wilayah,
berhubung pada tingkat kepengurusan daerah yang bersangkutan belum dibentuk
Dewan Kehormatan Daerah, maka keputusan Dewan Kehormatan Wilayah tersebut
merupakan keputusan tingkat banding. Pemeriksaan dan Penjatuhan saksi pad a
tingkat terakhir dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan Pusat (pasal 11). Putusan
yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara (schorsing) atau pemecatan
(onzetting) dari keanggotaan perkumpulan yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan
Wilayah dapat diajukanl dimohonkan pemeriksaan pada tingkat terakhir kepada
Dewan Kehormatan Pusat. Eksekusi atas sanksi-sanksi dalam pelanggaran kode etik
berdasarkan putusan yang ditetapkan oleh dewan Kehormatan Daerah, dewan
Kehorrnatan Wilayah maupun yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Pusat
dilaksanakan oleh Penqurus Daerah.
Dalam
hal pemecatan sementara secara rind tertuang dalam pasal 13. Dalam hal
pengenaan sanksi pemecatan sementara (schor sing) demikian juga sanksi
onzetting maupun pemberhentian dengan tidak hormat sebagai anggota perkumpulan
terhadap pelanggaran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13 diatas wajib
diberitahukan oleh Pengurus Pusat kepada Majelis Pengawas Daerah (MPD) dan
tembusannya disampaikan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
BAB III. PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Notaris merupakan pejabat umum yang membuat akta
otentik yang dibutuhkan oleh masyarakat. Diperlukan tanggung jawab terhadap
jabatannya, sehingga diperlukan lembaga kenotariatan untuk mengatur perilaku
profesi notaris tersebut. Pada hakekatnya Kode Etik Notaris adalah merupakan
penjabaran lebih lanjut apa yang diatur dalam Undang-undang Jabatan Notaris ,
mengingat Notaris dalarn melaksanakan jabatannya harus tunduk dan mentaati
seqala ketentuan dalam Undang-undang yang mengatur jabatannya.
Yang tercantum dalam kode etik notaris yang dibuat
oleh organisasi INI yang merupakan satu-satunya organisasi notaris yang
berbadan hukum sesuai dengan UUJN. Artinya seluruh notaris wajib tunduk kepada
Kode Etik Notaris.
III.2 Saran
Berdasarkan
uraian tentang kewajiban dan larangan sebagaimana terinci di atas, diharapkan
notaris dalam menjalankan jabatannya senantiasa bercermin pada etika moral
profesi yang diembannya, taat asas, serta tunduk dan patuh pada setiap peraturan
yang mengatur jabatannya tersebut sehingga masyarakat dan semua kalangan
benar-benar dapat memaknai profesi notaris sebagai salah satu profesi yang
mulia dan bermartabat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir
Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya 8akti, Bandung,1997
GHS Lukman
Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1999.
Suhrawardi
K. Lubis, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1993.
Komar
Andasasmita, Masa/ah Hukum Perdata Nasiona//ndonesia, Alumni, Bandung, 1983
Liliana
Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris Da/am Penegakan Hukum Pidana, Bigraf
Publishing, Yogyakarta, 1995
Perundang-undangan
:
Undang
uridang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
Tags:
ETIKA PROFESI
0 komentar